RSS

~mengemis kasihMU, ya ALLAH~

Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Lalu terheretlah aku dilorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi parah

Semalam sudah sampai kepenghujungnya
Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu
Tak ingin lagi kuulangi kembali
Gerak dosa yang menhiris hati

Tuhan dosa itu menggunung
Tapi rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi

Tuhan walau taubat sering kumungkir
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah kurapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaku
Saat ana menangkap bait-bait nasyid mengemis kasih, dada ini berdegup kencang. Tubuh terasa menggeletar dek tersindir dalam diam. Hakikat yang ana terima kerana itulah diri ana. Tika itu terlayar segala tingkah dan dosa menebari peluput minda. Satu-persatu datang menghimpit sehinggakan dada terasa dihimpit. Peluh memercik di dahi. Kolam mata tidak mampu lagi bertahan menampung takungan air mata lalu mengalirlah tanpa dipaksa. Kabur segala pandangan mata. Mungkinkah hati ini sebenarnya sudah lama kabur? Na’uzubillahiminzalik...
Perjalanan hidup hampir 21 tahun ini terasa terbeban. Tiba-tiba benak ana diasak persoalan. Menunjal-nunjal kepala yang sudah sedia kala sakit. Terlintas bagaimana keadaan ana kelak ketika mula-mula roh ditarik keluar sehinggalah menanti saat dihisab dan diadili.
Apakah ana seperti yang telah diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah, serta yang selainnya telah meriwayatkan dari hadits Al-Baro’ bin ‘Azib, bahwa suatu ketika para sahabat berada di pekuburan Baqi’ul ghorqod. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi mereka. Beliau pun duduk. Sementara para sahabat duduk disekitarnya dengan tenang tanpa mengeluarkan suara, seakan-akan di atas kepala mereka ada burung. Beliau sedang menanti penggalian kubur seorang yang baru saja meninggal.
Kemudian Rasulullah s.a.w mengangkat kepalanya dan mengucapkan:
أعوذ بِاللّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْر
“Aku berlindung kepada Allah dari azab kubur.”
Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Setelah itu, baginda bersabda:
“Sesungguhnya bila seorang yang mukmin menghadap ke alam akhirat dan meninggalkan alam dunia, turun kepadanya sejumlah malaikat berwajah putih yang seolah-olah seperti matahari. Mereka membawa sebuah kain kafan dan minyak wangi dari surga. Mereka pun duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu datanglah malaikat Izrail dan duduk di dekat kepalanya. Malaikat pencabut nyawa berkata:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطيبة، أخرجي إلي مغفرة من الله و رضوان
“Wahai jiwa yang baik, keluarlah engkau kepada keampunan dan keredhaan Allah S.W.T.”
Maka nyawanya keluar dan mengalir seperti air yang mengucur dari mulut wadah. Lalu malaikat pencabut nyawa mengambilnya. Nyawanya tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangan malaikat Izrail dan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah putih tadi. Kemudian mereka meletakkannya pada kain kafan dan minyak wangi surga yang telah mereka bawa. Maka nyawanya mengeluarkan aroma minyak wangi misik yang paling terbaik di muka bumi. Lalu mereka menyertainya untuk naik ke langit. Tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan para malaikat itu akan bertanya: “Siapakah nyawa yang baik ini?” Mereka menjawab: “Ini adalah Fulan bin Fulan”, dan disebutkan namanya yang paling terbaik ketika mereka memanggilnya di dunia.
Tatkala mereka telah sampai membawanya kelangit, mereka meminta agar pintu langit dibukakan untuknya. Maka dari setiap langit dia diiringi oleh para penjaganya sampai ke langit berikutnya. Demikianlah yang akan terjadi hingga dia sampai ke langit yang disana ada Allah. Maka Allah berfirman:
اكتبوا كتاب عبدي في عليين, و أعيدوه إلى الأرض, فإني منها خلقتهم, وفيها أعيدهم, و منها أخرجهم تارة أخرى
“Catatlah oleh kalian bahwa hambaku (ini) berada di surga ‘illiyyin, dan (sekarang) kembalikanlah dia ke muka bumi. Sungguh darinya Aku telah menciptakan mereka, dan padanya Aku akan mengembalikan mereka, serta darinya pula Aku akan mengeluarkan mereka sekali lagi”.
Kemudian nyawanya dikembalikan ke dalam jasadnya. Lalu datanglah dua orang malaikat kepadanya. Keduanya bertanya, siapa Rabbmu? Maka dia menjawab, Rabbku adalah Allah. Keduanya kembali bertanya, apa agamamu? Maka dia menjawab, agamaku adalah islam. Keduanya kembali bertanya, siapa orang yang telah diutus di tengah kalian ini? Maka dia menjawab, beliau adalah utusan Allah. Keduanya kembali bertanya, siapakah yang telah mengajarimu? Maka dia menjawab, aku membaca kitab Allah, beriman kepadanya dan membenarkannya.
Kemudian terdengarlah suara yang menyeru dari langit, “Hambaku ini telah benar. Bentangkanlah untuknya permadani dari surga dan bukakanlah sebuah pintu ke surga”.
Maka harum wangi syurga pun menerpanya dan kuburnya diperluas sejauh mata memandang. Lalu datang kepadanya seorang yang bagus wajahnya, pakainnya, dan harum wanginya. Orang itu berkata, bergembiralah dengan segala yang akan menyenangkanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan. Maka si mukmin bertanya kepadanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa kebaikan.” Dia pun menjawab, “Aku adalah amalmu yang soleh.” Lalu si mukmin berkata, “Wahai Rabbku! Segerakanlah hari kiamat agar aku kembali kepada keluarga dan hartaku”.
Selanjutnya, Rasulullah S.A.W bersabda:
“Adapun bila seorang yang kafir meninggalkan alam dunia dan menghadap ke alam akhirat, turun kepadanya dari langit sejumlah malaikat yang berwajah hitam legam. Mereka membawa sebuah kain kafan yang buruk dan kasar. Mereka pun duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu datanglah malaikat pencabut nyawa dan duduk di dekat kepalanya. Malaikat pencabut nyawa berkata,
“Wahai jiwa yang buruk, keluarlah engkau kepada kemurkaan dan kemarahan Allah”.
Maka nyawanya tercerai-berai di dalam jasadnya. Kemudian malaikat pencabut nyawa merenggut nyawanya seperti mencabut besi pemanggang daging dari bulu domba yang basah. Setelah malaikat pencabut nyawa mengambilnya, tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangannya dan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah hitam legam tadi. Lalu mereka meletakkannya pada kain kafan (yang telah mereka bawa) itu. Sehingga keluarlah dari nyawanya seperti bau yang sangat busuk di atas muka bumi.
Kemudian mereka naik bersamanya. Tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan para malaikat itu akan bertanya, siapakah nyawa yang buruk ini? Mereka menjawab: “Ini adalah Fulan bin Fulan” dan disebutkan namanya yang paling terburuk ketika mereka memanggilnya di dunia.
Kemudian mereka membawanya naik sampai ke langit dunia dan dimintakan agar pintu langit di bukakan untuknya. Namun pintu langit tidak dibukakan untuknya”.
Kemudian Rasulullah S.A.W membaca ayat yang berbunyi,
لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ
“Tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga sampai unta bisa masuk ke dalam lubang jarum.” (QS. Al-A’rof: 40)
Selanjutnya Allah Azza wa jalla berfirman,
“Catatlah oleh kalian bahwa ketetapannya berada di (neraka) Sijjiin, di bumi yang paling bawah”.
Setelah itu, nyawanya benar-benar dilemparkan. Kemudian Rasulullah S.A.W membaca ayat yang berbunyi,
“Barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah, Maka dia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh”. (surat Al Hajj:ayat 31)
Demikianlah, nyawanya dikembalikan ke dalam jasadnya. Maka dua malaikat mendatanginya lalu mendudukkannya. Keduanya bertanya, “Siapa Rabbmu?” Dia menjawab, “Hah.. hah..aku tidak tahu”. Keduanya kembali bertanya, “Siapa orang yang telah diutus ditengah kalian ini?” Dia menjawab, “Hah..hah..aku tidak tahu.” Kemudian terdengarlah suara yang menyeru dari langit, “Dia telah berdusta, bentangkanlah untuknya permadani dari api neraka dan bukakanlah sebuah pintu ke neraka.” Sehingga hawa panas dan racun neraka pun menerpanya dan kuburnya dipersempit sampai tulang-tulang rusuknya saling bergeser. Lalu datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya, pakainnya, dan busuk baunya. Orang itu berkata, “Bergembiralah dengan segala yang akan memperburuk keadanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan.” Maka si kafir bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa keburukan.” Dia pun menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk.” Lalu si kafir berkata, “Wahai Rabbbku! Janganlah engkau datangkan hari kiamat”.
Hadith ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam kitabnya “Ahkamul Janaiz” (hal. 156-157) dan tahqiq beliau terhadap “Syarh Aqidah Thahawiyyah” (hal. 397-398).
Betapa berbezanya keadaan mati dalam iman dan dalam kekafiran. Moga kita semua masih di dalam rahmat dan kasih sayangNYA. Wallahu’alam bissowab...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

~KARYA SYED QUTB~

Saudara,
Seandainya kau tangisi kematianku,
Dan kau sirami pusaraku dengan air matamu,
Maka di atas tulangku yang hancur luluh,
Nyalakanlah obor buat umat ini,
Dan teruskan perjalanan ke gerbang jaya.

Saudara,
Kematianku adalah satu perjalanan,
Mendapatkan Kekasih yang sedang merindu,
Taman-taman syurgaNya bangga merimaku,
Burung-burungNya berkicau riang menyambutku,
Bahagialah hidupku di alam abadi.

Saudara,
Puaka kegelapan pasti akan hancur,
Dan alam ini akan disinari fajar lagi,
Biarlah rohku terbang mendapatkan rinduNya,
Jangan gentar berkelana di alam abadi,
Nun di sana, fajar sedang memancar.

-Syed Qutb-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

~LOTS OF LOVE~

Terkadang,kasih yang kita hulur tak semestinya sayang yang kita sambut.
Adakalanya,madu yang kita beri, pahitnya yang kita rasa.
Dalam meniti hari, saat yang tak terhitung itu, bertimpa-timpa ujian yang datang.

Sesekali terasa penat berjalan. Jenuh mencari noktah dugaan yang bagai tiada penghujungnya. Tipu andai tiada tangis, tiada sendu di setiap perjalanan. Bohong andai kukata tiada luka dalam aku cuba meneruskan apa yang terdaya. Meski pun begitu, mahu atau tidak, hidup itu satu pelayaran. Meredah ia dalam kepayahan.

Setenang wajah, tak bermakna hati ini tak pernah berkocak. Jiwa terasa sepi. Luka bersalut nanah. Ketenangan yang sukar kutemui.

Pantai yang tenang, damai. Enak memandang. Namun sesekali ombak menghempas tepian pantai, berubah jua. Begitu jualah diri ini. Sabar itu ubat. Tapi jika ia sudah bernanah luka, lama juga untuk sembuh. Bimbang terbawa-bawa hingga ke sudah.

Allah itu Maha Kaya, Maha Mengetahui,Maha atas segala-galanya. Aku berserah pada takdir. Tapi bukan bermaksud aku sudah berputus asa. Berusaha selagi daya, berlari selagi mampu. Andai tidak, berjalan, dan mungkin juga aku akan merangkak. Namun bukan itu penghalangnya.

Andainya aku masih gagal, aku redha. Biarlah pahit yang kutelan. Biar sakit yang kutanggung. Biar perit aku jalani sendirian. Biar aku tak dipandang, biar aku dihina, biar aku dibenci. Apa yang kuhajati, setiap tindakanku memberi kesan buat semua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS